Tuesday 3 January 2012

Antara Ummi dan Amak


“Umi pulaaaaaanngggg…….” Sambutmu kegirangan menyambut kedatanganku sepulang kantor. Disusul dengan jawaban salam “wa alaikumsalam” tentunya dengan logat cadel. Seperti biasa tiap harinya setelah rutinitas harian yang membahagiakan itu engkau memegang tanganku dengan erat seakan tak ingin aku pergi lagi. Sungguh nak, semua itu mampu menghapus lelahku….

 “1…2…3…4…5…6…7…8…9…10…!!!!” hati umi bahagia tak terkira. Hal sepele mungkin tampaknya ketika kau telah bisa menghitung angka. Tapi bagai mendapatkan prestasi luar biasa di mata umi, nak. Bahkan hanya karena engkau tumbuh dengan sehat, aktif dan ceria semua itu telah dapat membuat umi merasa menjadi ibu paling bahagia sedunia, sayang.

“umi jangan nangis ya..” katamu sambil mengusap pipiku sesaat dan kemudian melanjutkan bermain dengan boneka. Sejenak ku tak mengerti mengapa engkau berkata begitu.  Padahal aku tak menangis kala itu. Nak… engkau sungguh berhati halus, mungkin umi tak sedang menangis, mungkin hanya tampak kelelahan dengan perut yang semakin membesar, mungkin hanya sedang mengingat abimu yang tengah berjuang di negeri orang, mungkin…. Ah.. yang pasti hatimu begitu peka menangkap sinyal di mata umi, nak. Tak kusadari air mata tak dapat kutahan lagi. Kali ini umi benar-benar menangis. Tangisan haru
------------------------------------------------------------

“mak, pegal…” kataku berbaring disampingmu yang masih bermukena seusai shalat isya. “capek ya nak.. mamak pijit ya” engkau lalu memijit punggungku dengan tanganmu yang rematik. “orang hamil enaknya dipijit disini” katamu memijit-mijit  tulang belakang sampai daerah pinggang. Bukan pijatan sebenarnya, hanya elus lembut yang menenangkan. Kelembutan yang menghadirkan kekuatan besar untuk dapat mengusir segala kegundahan hati ini. “Tangan mamak masih sakit ya, besok fisioterapi lagi ya” kataku mengelus tanganmu yang satunya. Baru saja pulih dari fraktur Colles tentunya masih meninggalkan rasa ngilu dan baal. Tangan kanan yang rematik dan tangan kiri yang baru pulih, tak sedikitpun menyurutkan keinginan untuk sekedar meringankan bebanku…

Ahhh mamak, aku yang telah menjadi ibu pun ternyata tak bisa lepas dari dekapan kasih sayangmu….
-----------------------------------------------------------

Lelah tubuh ini tak terkatakan lagi, jarum berputar di dinding menunjuk angka 9 lewat. Duuuh, sayangku, mengapa belum mau tidur nak? Mata kantukmu tetap dipaksakan membuka, mengajakku bermain ini dan itu.  Duhai cintaku, tak sanggup badan umi rasanya jika hanya menimbang rasa lelah. Umi sadari nak, waktu umi diluar rumah dari pagi sampai sore pasti tak cukup memuaskan bagimu untuk bermain bersama.

Demi mu, entah darimana ada kekuatan untuk tetap menegakkan tulang punggung, memaksakan mata ini membuka dan tetap menemanimu bermain…

Tapi memang engkau anak yang berhati lembut, melihat umi yang sudah terkantuk-kantuk kau pun mengelus-elus kepala dan wajah umi… mencium perlahan… dan lalu yang paling umi sukai, memanggil umi dengan manja dan mulut dimancungkan…. “uuummmmmmmmiiiiiii”. Seketika rasa lelah berganti bahagia yang teramat besar, nak….

Keceriaanmu nak, adalah bahagiaku
Senyummu sayang,hadirkan kekuatan
Kecupanmu,Bagai kecupan bidadari
yang dapat lahirkan kekuatan tak terhingga

terima kasih sayang……
kau membuat umi mengerti apa itu kasih ibu
terima kasih cinta……
kau membuat langitku berpelangi….

Kau membuat umi memahami mengapa seorang ibu bisa menjadi begitu kuat, begitu tegar dalam menjalani hidup sesulit apapun

Kau membuat umi semakin menyadari betapa besar cinta seorang ibu yang telah membesarkan anak-anaknya dengan kasih yang begitu besar,
dengan kesabaran yang tak terhingga,
dengan ucapan lembut dan mata yang bertelaga
 dengan untaian doa yang tak putus
karena semua itu adalah CINTA TANPA SYARAT dari seorang ibu, dari ibuku… mamak…..

MAK, SELAMAT HARI IBU….. tak dapat kami membalas cinta dan kasihmu dengan apapun yang ada di dunia ini.

 22 Desember 2011,
--duapuluh hari menjelang genapnya 3 tahun menjadi istri dan 2 tahun 49  hari aku telah menjadi seorang ibu--


komen:

Bait Satu tiga dstnya berkisah ttg si tokoh utama dengan anak.
Bait kedua si tokoh dengan ibu.

seandainya ditambah kalimat

Jadi teringat mamak, dstnya

Kalau tidak seperti ada dua kisah.

Terus menulis!

salam kenal ya.

0 comments:

Post a Comment