Tuesday 3 January 2012

Janji Si Tomboy

Siang itu aku hanya duduk terdiam, omelan ibuku terdengar lagi gara-gara aku minta ijin main setelah makan siang.
“Pokoknya sehabis makan siang tidak boleh main ke luar, kerjakan PR, terus tidur!” kata Ibu saat mengambilkan nasi makan siangku.
“Tapi Bu..,” ucapanku tercekat di tenggorokan karena suara ibuku makin keras.
“Tidak ada tapi tapian, nurut apa kata Ibu!”Lanjutnya lagi.
Rencana yang sudah disusun dengan Siti juga Okti jadi berantakan, aku harus membayar semua kesalahanku, gara-gara kemarin, aku telah membuat orang tuaku cemas, hanya karena aku keasyikan macing di sungai bersama kedua sahabatku.

Aku adalah anak ke-2 dari tiga bersaudara, adikku satu-satunya jagoan dalam keluarga. Dari kecil tingkahku lebih menyurupai anak laki-laki, bahkan pakaian pun aku lebih suka mengenakan celana dibanding memakai rok dan sejenisnya, yang jelas aku jauh dari kesan feminim.

Tingkahku memang tomboy , bahkan kata ibu nakalku melebihi adikku yang laki-laki, hingga sering pantatku menjadi sasaran kemarahan ibu , aku juga dilarang main bersama teman-teman yang kebanyakan juga anak laki-laki, aku merasakan ibu membedakan aku di antara kami bertiga.

Sore itu, antara sadar dan tidak, aku merasakan seluruh tubuhku sakit, seketika nafasku terasa sesak, sakit di pergelangan tanganku seperti digigit semut.
Ingin aku memastikan keadaan tanganku namun tidak berdaya, aku masih memperjelas penglihatanku, ruangan yang serba putih itu membuat pandangan mataku silau, kuperhatikan gorden yang berwarna biru muda sambil menahan sakit dari bagian pangkal kakiku.Mataku mengikuti selang dari tangan dan berakhir pada sebuah botol yang berisi air yang menggantung di tepi ranjang.
“ Botol infus,aku di rumah sakit!” gumamku dalam hati.

 Ingin kumenggerakan tubuh namun terasa berat dan sakit, ada apakah gerangan dengan kakiku? Aku berpikir keras untuk mengingatnya.
Aku merasakan ada tetes air jatuh di keningku, terdengar suara yang kadang mendekat dan kadang menjauh seperti dipermainkan oleh angin, tapi kumerasakan usapan lembut mengelus kepalaku, pirasatku mengatakan kalau itu tangan ibu,
lalu kupaksakan untuk menggerakan tangan.

“Tina, kamu sudah sadar nak?” terdengar suara Ibuku dengan wajah diliputi rasa khawatir,lalu dengan cepat ibu memelukku dan mencium kedua belah pipiku.
Tanpa membuka suara aku anggukan kepala.
“Syukurlah ,“ Ujar Ibuku lalu tangannya sibuk mengusap air mata yang membasahi pipinya. Aku baru tahu suara yang terdengar tadi adalah suara tangisan ibuku.
“Kakiku kenapa Bu?”Tanyaku dengan suara pelan,sambil meringis menahan sakit.
“Kakimu cidera jangan banyak bergerak, biar kakimu cepat sembuh !

Aku mencoba mengingat-ingat kejadia kemarin siang saat jam tidur siang, aku mencuri keluar rumah lalu ikut bermain dengan kedua sahabatku, siapalagi kalau bukan menemui sahabatku Okti dan Siti, lalu kami ramai-ramai memanjat pohon jambu di belakang rumah Siti. Namun kurang berhati-hati aku terpeleset dan jatuh.

“ Ooaauughh.!” Sakit yang amat sangat masih terasa di paha kananku.
Mendengar suara kesakitan dari mulutku dengan cepat ibu mengucap pahaku yang ternyata telah terbungkus gips.

Tidak terasa, 1 bulan aku dirawat di rumah sakit, aku pun diperbolehkan pulang. Dan ibu adalah orang yang paling sibuk.
Malam itu kugeliatkan badan, perlahan aku masih merasakan lidi menusuk-nusuk telapak kakiku. Aku perhatikan sekelilingku nampak  ibuku yang tertidur dalam posisi duduk dengan menyandarkan tubuhnya di tembok,walau pun matanya terpejam tapi tangannya pelan-pelan menggerakan lidi yang dimasukan lewat gips yang diberi lobang di telapak kaki kananku yang terasa gatal.

Gips yang terlalu lama menempel di kulitku telah menimbulkan rasa gatal mungkin karena udara yang lembab, terutama telapak kaki. Karena bagian tulang paha yang patah , pemasangan gifs dari telapak kaki sampai pinggang, sehingga membuatku tidak bisa leluasa untuk bergerak.

Hampir 3 bulan sudah aku tidak masuk sekolah, ibuku adalah orang yang paling repot, mengurus pekerjaan rumah, mengurus adik dan kakak juga menjagaku.
Aku sering memperhatikan ibu yang keletihan, namun setiap aku memerlukan bantuannya ia akan siap setiap saat. Ibu tidak pernah mengeluh capek ataupun repot. Aku seperti menyalahkan diriku sendiri karena tidak mendengarkan nasehatnya, ada perasaan menyesal dalam diriku tapi apa daya ibarat nasi telah menjadi bubur.

Hari itu cuaca cukup panas, hingga membuat tenggorokanku terasa kering, rasa haus pun tidak dapat aku tahan lagi.

Aku urungkan niat saat akan memanggil ibu , jam seperti ini biasanya ibu lagi repot dibelakang. Akhirnya aku  berinisiatif  untuk tidak selalu bergantung padanya.
Perlahan aku turun dari kursi, kakiku terasa berat dengan gifs yang membalut sebelah kakiku. Kuseret kakiku melangkah dengan tongkat penyangga tubuh menuju ke ruang tengah untuk mengambil air minum.

Saat tanganku akan meraih tempat air minum,sebuah suara mengejutkanku.
“Kenapa gak panggil Ibu untuk mengambilkan?” Tiba-tiba Ibuku sudah berdiri di samping dan mengambil gelas yang ada di tanganku.

“Aku bisa sendiri ko Bu, lagian Ibu kan sedang repot.” Ujarku, lalu menegak habis air dalam gelas yang disodorkan ibu padaku.

“Mengambil air kan tidak memakan waktu lama, jalan pake tongkat sambil bawa gelas bahaya, gimana kalau jatuh.” Katanya lagi, lalu ibu membimbingku duduk kembali.

Selama sakit, aku merasakan perhatian ibu begitu berlebih, ia tidak membiarkan aku tidur sendiri.Aku merasakan seperti balita kembali, setiap malam terlena dalam pelukan ibu. Sebelum tidur ibu selalu menggaruk telapak kakiku yang gatal dengan lidi sampai aku tertidur pulas baru dia membaringkan tubuhnya disampingku.

Setelah 3 bulan gips yang menutupi kakiku boleh dilepas, tapi tanpa bantuan tongkat aku juga tidak berdaya untuk berjalan sendiri, untunglah ibu selalu membimbingku sampai aku benar-benar bisa berjalan seperti sedia kala.

Saat kami semua berkumpul  sambil menonton tv, aku sempat bercerita tentang perasaanku yang mengira ibu membedakanku dari kakak dan adikku. Ibu menjawab dengan senyumnya yang tulus.

“Anak bodoh, masa orang tua tidak mencintai anaknya, sedangkan harimau binatang buas saja selalu menyayangi anak-anaknya.” Ujar Ibu seraya mengelus rambutku.

Ach ibu, budimu sungguh mulia, sampai kapanpun aku tidak akan sanggup membalasnya.Maafkan aku ibu yang pernah menuduhmu tidak menyayangiku, aku percaya sepenuh hati, kau sangat menyayangi anak anakmu. Dan aku berjanji akan menyayangi kedua orang tua dan selalu mendengar nasehatmu.  Itu janjiku pada ibu.

******
 “Terima kasih atas segala pengorbananmu untukku Ma”

Selamat hari ibu…

komen:

  • Nayo Aja Bagus, dah OK kayaknya mbak. Cuma judulnya kurang terasa gregetnya. Klo bisa diganti aja. Si Maling Kundang atau apa hehehehe pokoknya diganti gitu.

    Selamat hari Ibu..... dan selanjutnya selamat kepada calon bapak. xixixixixi

  • Kwek Li Na hehe...si tomboy yang pemberani.
    Jangan diulang ya sembunyi2 nyari okti dan siti. Hahaha

    Menarik dan inspiratif.

  • Minie Kholik itu Mba sepertinya ada ketidak konsistenan panggilan, ada yang Bu tapi di bawah pakai Ma.
    23 December 2011 at 16:10 · 
  • Tina Yanesh minie, sebenanrya yang tulisan akhir cerpennya, "janjiku pada ibu... yang 2 baris itu gak masuk dalam cerpen ...
    23 December 2011 at 16:12 · 
  • Minie Kholik owh gitu oke kirain satu... :)
    23 December 2011 at 16:14 · 
  • Ashif Aminulloh 
    wah, mb Tina Yanesh maaf baru bisa komen. ini cerpen gaya mb tina bgt. renyah dan mengalir. tokoh yang dibangun sudah diberi karakter yg baik, hanya saja perlu dikembangkan lagi mb. terutama untuk saudara-saudaranya kurang dieksploitasi. harusnya kan tokoh antagonisnya itu adik atau kakaknya yg katanya lebih disenangin oleh ibu dibanding si aku. untuk alurnya sudah bagus dijelaskan dari awal sampai akhir, tp mungkin akan lebih bagus kalau misalnya dimulai saja dari pas si aku di rumah sakit. dimana dia kesakitan dan dia lihat ibunya tertidur di samping ranjangnya waktu itu. saat itu dia lalu menangis, mengingat sebelumnya ia sangat tidak suka pada ibunya. coba dimulai dari sini, akan lebih detil dan lebih dramatis rasanya.
    kira2 gitu dulu mb. semangat menulis selalu...
    23 December 2011 at 17:18 ·  ·  2


0 comments:

Post a Comment