Wednesday 29 February 2012

Tips Menulis Latar : Forum Fiksi FLP Taiwan

Latar adalah tempat dan waktu dalam sebuah cerita. Latar bisa berupa tempat nyata, tetapi mungkin juga sebuah tempat fiktif. Bisa jadi berupa negara dalam dunia kita saat ini, bisa juga sebuah planet asing, atau alam semseta khayalan -yang memiliki kesamaan dengan alam semesta kita tentunya. Kadang-kadang latar juga dimaknai sebagai kondisi sekitar (seperti kondisi masyarakat), tidak hanya berupa lingkungan langusng tempat berlangsungnya cerita. 


Dalam sebuah penampilan teater, latar adalah panggung dan tata letak. Dalam film, latar bisa kita bandingkan dengan efek animasi dan efek suara. Tidak mungkin kan kita menikmati film tanpa efek suara, hanya dialog antar tokoh? Pasti akan sangat bosan. Maka latar adalah detil keadaan di sekitar tokoh yang membuat cerita kita menjadi indah dan nikmat dibaca.

Seorang penulis akan selalu bergelut dengan detil. Jika sebuah cerita kurang memiliki detil maka tokoh kita akan seperti melangkah kosong dalam lautan narasi. Jika terlalu banyak detil, maka cerita akan seperti tembok besar deskripsi, yang membuat pembaca tergoda untuk men-skip atau baca cepat - karena bosan.


Untuk mengatur panggung tulisan kita, penting untuk meletakkan detil latar secara seimbang. Ini sama pentingnya dengan melibatkan pembaca dalam tulisan kita. Beberapa tips untuk membuat latar kita hidup, diantaranya:


1) Ungkapkan Latar Melalui Gerak Tokoh


Biarkan detil latar terungkap melalui gerak tokoh di tempat cerita. Pertimbangkan pula detil mana yang akan langsung menarik perhatian tokoh dan mana yang tidak. Biarkan tokoh Anda menemukan detilnya sendiri secara interaktif.


Anggaplah, misalnya, bahwa tokoh Anda, seorang anak desa yang memasuki rumah mewah miliuner. Apa yang akan dia lihat pertama kali? Bagaimana dia bereaksi terhadap lingkungannya?


Biarkan dia mengamati bagaimana lembutnya karpet Persia yang kaya dengan kakinya sendiri, tunjukkan bagaimana saat langkah kaki-nya jadi ragu, bagaimana dia tergoda untuk melepas saja sepatunya. Jangan bilang sofa itu lembut sampai kita biarkan tokoh kita benar-benar tenggelam ke dalamnya. Biarkan dia mencium sendiri wangi bunga di vas kristal.


Gunakan kata kerja aktif untuk mengatur tempat kejadian. Daripada mengatakan "meja marmer berat mendominasi ruangan," biarkan tokoh Anda berjalan memutar di sekitarnya. Alih-alih menjelaskan bahwa "cahaya berkilauan menari dari lampu kristal," biarkan tokoh Anda berkedip dan menyipitkan mata karena silaunya prisma lampu tsb.


Dengan membiarkan tokoh Anda merasakan dan bergerak sendiri dalam latar cerita, kita membuat detil deskripsi menjadi seukuran gigitan permen karet, dan membuat adegan-adegan selanjutnya seperti permen karet manis, sehingga pembaca tidak pernah merasa kewalahan atau bosan.


2) Ungkapkan Latar Melalui Tingkat Pengalaman Tokoh.


Apa yang tokoh Anda tahu, langsung akan mempengaruhi apa yang ia lihat. Anak desa tadi mungkin tidak tahu apakah karpet yang indah itu berasal dari Persia atau Maroko, atau bahkan apakah itu wol atau polyester. Jika detil ini penting, bagaimana cara terbaik menyampaikannya?


Anda bisa, tentu saja, biarkan tokoh lain, misalnya: pemilik rumah yang angkuh, keluar rumah menghadapi keluguan anak desa Anda. Atau, Anda bisa menulis adegan dari sudut pandang pemilik. Perlu diingat, bagaimanapun, bahwa tokoh yang berbeda akan melihat lingkungan yang sama dengan cara yang sangat berbeda, berdasarkan keakraban mereka (atau kekurang-akrabannya) dengan latar.


Bayangkan, misalnya, Anda menggambarkan hamparan pantai berangin dari perspektif anak nelayan setempat. Apa yang akan ia perhatikan? Dari warna langit atau perubahan angin, ia mungkin membuat kesimpulan tentang cuaca besok dan waktu berlayar. Ketika ia melihat burung laut berputar melawan awan, ia tidak hanya melihat "burung camar," tapi mungkin albatros, pelican, atau alap-alap, mungkin diidentifikasi dari bentuk sayap mereka atau pola penerbangan mereka.


Sama pentingnya adalah hal yang tidak mungkin dilihat oleh tokoh Anda. Menjadi begitu akrab dengan daerah itu, anak nelayan mungkin tidak begitu perhatian dengan bentuk fantastis dari batu karang di pantai, atau kayu apung keriput di tumpukan pasir. Ia hampir tidak memperhatikan dinginnya angin yang menyusup ke sela-sela sweater tipisnya, dan dia tidak sadar akan bau busuk ikan-dan kepiting yang terdampar.


Sekarang, bayangkan anak orang kaya dari kota besar yang berjalan dengan susah payah di sepanjang pantai yang sama. Meski telah terselubung jaket Outfitters terbaru, dia masih menggigil - dan tidak bisa membayangkan mengapa pemuda di sampingnya tidak mati kedinginan. Dia terus tersandung oleh potongan kayu apung yang setengah terkubur, dan khawatir bahwa pasir itu merusak Nike birunya. Dari cara ombak berdebur ke bibir pantai, ia berpikir badai besar sedang mengamuk. Sesaat memikirkan cuaca buruk membuat dia mual, seperti halnya bau busuk rumput laut dan ikan mati.


Setiap persepsi tokoh dari pantai akan sangat dipengaruhi oleh pengalamannya. "Familiar dengan latar" bagaimanapun, tidak selalu menyiratkan pandangan positif, sementara "Asing dengan latar" tidak perlu berarti "negatif." Anak kota Anda mungkin, pada kenyataannya, menganggap pantai sebagai tempat liburan yang indah - natural, romantis, terisolasi, hanya tempat itulah yang membuatnya merasa benar-benar terhubung dengan alam. Anak nelayan, di sisi lain, mungkin membenci laut, merasa terjebak oleh keinginan angin dan cuaca. 


3) Ungkapkan Latar Melalui Suasana Hati Tokoh Anda.


Apa yang kita lihat adalah sangat dipengaruhi oleh apa yang kita rasakan. Hal yang sama harus berlaku untuk tokoh kita. Pemilihan adegan melalui perasaan seorang karakter dapat sangat mempengaruhi apa yang pembaca lihat.


Anggaplah, misalnya, bahwa tokoh Anda - seorang gadis muda kota dalam masa liburan - berjalan di tengah padang kebun tebu di Kediri. Di seberang, ia melihat reruntuhan beberapa menara kuno, yang ia anggap lebih dari sekedar tumpukan batu di atas bukit.


Godaan untuk menjelajahi pun tak tertahankan. Akhirnya, ia berjalan dengan tongkat nya,  mulai menaiki lereng, menghirup aroma rumput dan semanggi, mengagumi pola lumut pada batu-batu granit. Karena panas mentari dan lelah bergerak, dia bersandar pada batu dan menatap di atas kepala, awan melayang seperti domba berbulu digiring oleh angin yang lembut. Seekor elang gunung memekik di kejauhan, mengingatkan betapa jauh ia telah pergi dari SMA di kotanya yang riweh dan begitu ia benci.


Sebuah gambar yang menyenangkan bukan? Pembaca Anda mungkin jadi berpikir untuk pergi ke salah satu bukit di Kediri. Tetapi bagaimana jika tokoh Anda dalam suasana hati yang berbeda? Bagaimana jika ia sedang dalam keadaan terpisah dari kelompok tur dan tersesat? Mungkin dia mulai menyeberangi tegalan karena dia pikir dia melihat sebuah hunian - tapi kecewa saat menemukan bahwa itu hanya puing bebatuan, berwarna abu-abu dan menyeramkan. Menara itu telah terserak menjadi bebatuan, setengah terkubur dengan gulma dan rumput kusut, mengingatkannya pada penanda kuburan tanpa nama dan tanggal. 



Kekosongan yang mewujud seperti berbisik tentang rahasia, juga kesedihan yang tiba-tiba muncul tanpa ada penyusup. Meskipun matahari tinggi, awan menyibakkan garis di atas lanskap, teriakan menakutkan beberapa burung di kejauhan mengingatkan dia betapa telah jauh dia dari rumah.

Ketika gadis kota ini melihat mawar, dia melihat duri, bukan bunga. Ketika ia melihat awan, dia tidak melihat bentuk indah, namun hanya ancaman hujan. Dia ingin keluar dari situasi ini - sementara pembaca Anda sedang di tepi tempat duduknya, mengharapkan sesuatu yang jauh lebih buruk dari kehancuran yang akan ditampilkan dalam cerita tokoh ini!


4) Ungkapkan Latar Melalui Indera.


Sebuah persepsi tokoh dari latar akan mempengaruhi dan dipengaruhi oleh indera. Gadis kota yang tersesat tadi, misalnya, tidak mungkin merasakan aroma rumput, tapi dia akan sangat menyadari angin dingin. Anak kota di pantai tadi menyadari adanya bau busuk, namun anak nelayan tidak. Akan tetapi, anak nelayan mendeteksi variasi halus dalam warna langit yang bagi anak kota tidak berarti apa-apa.


Input sensorik yang berbeda menimbulkan reaksi yang berbeda. Sebagai contoh, informasi visual cenderung diproses terutama pada tingkat kognitif: Kita membuat keputusan dan mengambil tindakan berdasarkan apa yang kita lihat. Ketika kita menggambarkan adegan tokoh sebagai masukan visual, kita menarik kecerdasan pembaca.


Emosi, bagaimanapun, sering dipengaruhi oleh apa yang kita dengar. Pikirkan efek dari sepotong musik favorit masa remaja anda. Pikirkan juga suara seseorang, peluit kereta api, bunyi bel sekolah. Dalam percakapan, nada suara adalah indikator yang lebih handal tentang suasana hati dari pada makna kata-kata saja. Suara bisa membuat kita merinding, menggigil, melompat - atau bersantai dan tersenyum. Adegan yang mencakup suara - ketukan jari di papan tulis, gonggongan anjing di kejauhan - lebih mungkin untuk membangkitkan respon emosional.


Bau memiliki kemampuan luar biasa untuk membangkitkan kenangan. Sementara tidak semua orang langsung dibawa ke masa kecil dengan "bau kue roti," kita semua memiliki kenangan penciuman yang dapat memicu adegan, atau ingatan dari suatu peristiwa, atau orang. Pikirkan parfum seseorang, bau jok mobil baru, bau kucing basah. Gambarkan bau secara efektif, dan pembaca Anda akan menciumnya.


Sentuhan membangkitkan respon sensorik. Biarkan pembaca Anda merasakan halusnya bulu kucing, kekasaran benteng batu, kehangatan kemeja flanel Ayah. Biarkan kaki tokoh Anda merasa sakit terkena duri, biarkan angin membuat bulu kuduknya berdiri, biarkan duri mawar menggores tangannya, mengalirkan darah.


Akhirnya, ada rasa, yang erat kaitannya dengan bau, dengan kemampuannya untuk membangkitkan kenangan. Rasa, bagaimanapun, adalah mungkin yang paling sulit untuk dimasukkan ke dalam latar, sering hanya karena tidak bisa kita tempatkan di sana. Tokoh  Anda tidak akan mulai menjilati batu kastil, dan memang bukan waktunya untuk makan siang. Seperti dalam kehidupan nyata, "rasa" harus digunakan dengan hemat dan tepat.


Tujuan deskripsi adalah untuk menciptakan satu latar yang dirancang dengan baik guna memberikan latar belakang sempurna bagi tokoh Anda - dan yang terpenting tetap berada di latar belakang, tanpa berlebihan atau mengganggu adegan cerita. Dalam kehidupan nyata, kita mengeksplorasi lingkungan melalui tindakan, merasakannya melalui indera kita, memahami (atau gagal untuk memahami) melalui pengetahuan dan pengalaman, dan menanggapinya melalui emosi kita. Ketika Tokoh Anda melakukan hal yang sama, Anda telah mengkondisikan pembaca untuk terus membuka halaman selanjutnya - dan bukan hanya karena mereka sedang menunggu sesuatu yang menarik terjadi!  (
Ashif A. F)


Taichung, 13022012

diterjemahkan dan dimodifikasi dari: 

0 comments:

Post a Comment