Tuesday 3 January 2012

MEMBAGI KEBERUNTUNGAN

By: Tina Yanesh

Setelah melewati petugas pengecek tiket, Ayu melangkah menghitung anak tangga menuju dek 3, sesui angka yang tertera dalam tiketnya.
Ada sedikit kekhawatiran dalam hatinya, karena penumpang yang membludak, maklum musim liburan seperti ini hampir semua jasa transportasi dipadati penumpang, transportasi laut seperti kapal penumpang ini sangat diminati penumpang antar propinsi karena paling murah. Beginilah profesi Ayu sebagai tenaga pendidik bisa kumpul bersama orang tua saat liburan panjang tiba.

Masyarakat yang akan menikmati masa liburannya bersemangat walaupun tidak kebagian tempat untuktidur, yang terpenting ada tempat untuk istirahat selama perjalanan.
“Pasti gak kebagian kasur nih,” pikir Ayu bimbang.
Ia mencoba mencari celah untuk mendahului rombongan orang yang  berjalan di depannya, tetapi untuk mempercepat langkah sangatlah tidak mungkin, anak tangga yang sempit membuatnya harus ekstra hati hati, kalau tidak nyawa taruhannya.

Ayu tergopoh memasuki setiap lorong mencari nomer tempat tidur, dengan banyaknya penumpang yang semuanya nampak kelelahan, dengan tas gendong yang memeluk punggung terasa semakin menguras energinya.
Hawa panas menghadirkan bulir bulir air asin yang membasahi wajah yang kadang dia lap dengan ujung kain katun penutup kepalanya.
Perasaan Ayu menajadi lega, saat matanya tertuju pada nomer yang dicarinya.

Dalam hitungan menit kapal Pangrango yang berlantai 7 tersebut mulai meniggalkan pelabuhan Dwi Kora Pontianak menuju pelabuhan Tanjung Mas Semarang. Perjalanan 3 hari tanpa kawan akan terasa menjemukan. Ayu mengeluarkan buku dan majalah dari dalam tas  ranselnya, dia harus segera mendapatkan kasur karena diatas kapal durasi tidurnya akan lebih panjang.

Melihat petugas kapal bersiap membagikan kasur Ayu segera berbaur dengan antrian panjang. Busa tipis sebagai alas tempat tidur mungkin lebih tepatnya disebut matras tersebut memang jumlahnya terbatas. Ayu menyerahkan dua lembar uang lima ribuan lalu dengan langkah lebar dia menuju tempat barang bawaannya disimpan. Namun Ayu terkejut saat kembali ketempatnya semula karena ditempat tidurnya telah ditempati dua orang yang tidak dikenalnya.

Seorang pria tua berusia kira-kira 65 tahun dengan seorang anak lelaki seusia kelas 4 SD.
“Pak ini tempat saya, tuh lihat barang barang saya juga sudah disitu!” Ayu meletakkan kasurnya sambil menunjuk barang bawaannya yang teronggok agak di sudut.
“Maaf ya Nak, saya kira kosong , mencari tempat diatas sudah tidak ada tempat lagi.” Kata Kakek tersebut.
“Kan ada nomer tempat tidur tertera di tiketnya Pak!” Ayu seperti tidak sabar karena ingin segera mengistirahatkan badannya.
Kakek tersebut bukannya menjawab, dia mengambil tiket dari dalam tas kumalnya lalu menyerahkannya pada Ayu.
“Kakek gak dapat tempat tidur, jadi silahkan cari tempat!” Ayu menegaskan kalimatnya, menyuruh kakek dan cucunya tersebut meniggalkan tempatnya.

Dengan perasaan kecewa Si Kakek mengalah, sambil memandangi tiketnya seolah tidak mengerti. Lalu dia mengajak cucu laki lakinya mencari tempat untuk tidur di lantai.
Pembelian tiket bukan di agen resmi ternyata merugikan, biasanya mereka hanya tiket penumpang tanpa nomer tempat tidur.

Ayu mengikuti kepergian Kakek dan cucunya tersebut dengan pandangannnya, kemudian sibuk menata barang yang dia bawa. Semua penumpang nampak kelelahan setelah melepaskan diri dari lautan penumpang yang berjubel. Dan kemudian sSi kakek memilih tidur di lantai tidak jauh dari tempat Ayu.

Sebelum malam menjelang Ayu segera menuju kamar mandi untuk membersihkan badannya. Lalu dia segera menikmati kasur busa tipisnya.
Konsentrasi membacanya terganggu dengan suara yang ramai dari para penumpang kanan kirinya. Dia juga sedikit terganggu saat tembakan batuk yang beruntun dari Kakek  yang tadi siang “diusir” dari tempat tidurnya.
“Kasihan Kakek itu, mana kasur sewaan sudah habis, lantai terlalu dingin untuk tempat tidur yang hanya beralaskan selembar tikar.” Beberapa saat Ayu perhatikan Kakek yang berbadan kurus itu harus tidur dilantai yang dingin dan keras.
Mata Ayu juga  tidak sengaja memperhatikan tulang iga Si Kakek yang nampak tersusun tanpa lemak dibalik kaos oblongnya.
“Kasihan lihat Kakek itu, aku jadi ingat Ayahku di kampung, tindakanku tadi rasanya terlalu egois, tentu Kakek itu senang kalau aku pinjamkan kasur ini,” Ayu memutuskan untuk memberikan kasur alas tidurnya pada Kakek dan cucunya terebut.

Perlahan Ayu mendekati cucu Si Kakek, anak laki-laki yang berusia 10 tahun tersebut yang kemudian mengaku bernama Tito.
“Dek, kenapa belum tidur?” Ayu menghenyakan pantatnya disamping Tito.
“Gak bisa tidur Kak, habis Kakek batuk terus,” Ucapnya sambil tersenyum. Kasihan anak ini nampak mengantuk.
“Kakak pinjamkan kasur untuk Kakek tidur ya, Kakak diatas tanpa kasur gak apa-apa ko.” Ayu menawarkan jasanya, dia berharap bisa mengurangi rasa bersalahnya tadi sore.
“Terima kasih Nak, kakek sudah biasa tidur di lantai.” Kata Kakek Tito yang tiba-tiba saja terbangun.
“ Tidak Kek, nanti bisa sakit ,waktu 3 hari tidak sebentar,” lalu Ayu menarik kasurnya lalu meletakkannya diatas tikar. Dia juga menolak dengan halus saat Kakek Tito mengulurkan uang Rp 10.000.

Malam semakin larut, hanya beberpa penumpang yang masih terduduk dengan kantuknya.
Sekilas Ayu memperhatikan Tito dan Kakeknya yang tertidur pulas, perasaannya menjadi tenang, karena ia merasa telah memberikan kasurnya pada orang yang lebih membutuhkan. Ayu menarik tas untuk dijadikan bantal penopang kepalanya,  sesaat kemudian terdengar dengkurannya yang berbaur dengan suara mesin kapal, lalu hilang lenyap disapu gemuruh ombak di laut lepas.

 ****
komen:


  • Nayo Aja 
    Hmmm menarik, membaca cerita yang berbeda dari tokoh yang sama.

    Namun sayang sepertinya mbak Tina Yanesh terburu-buru hingga ga sempat membaca ulang tulisannya, banyak kata yang terulang, contohnya di paragraf pertama kata "penumpang" terulang hingga 4x dalam satu kalimat, dan beberapa kata diparagraf yang lain. Padahal membaca ulang cerita kita, selain kita bisa memperbaiki typo, juga dimaksudkan untuk memperbaiki kata dan penempatan tanda baca yang kurang tepat. Jadi penekanan-penekanan yang kita maksudkan agar pembaca ikut dalam emosi kita, dapat terbaca dengan baik.

    Mengenai tokoh hmmmm...aku sendiri juga kurang bisa hehehehe tapi buatku belum menemukan karakter yang kuat dari tokoh-tokohnya. Soal ceritanya sudah runtut, cukup menarik.

    (*btw, lebih gampang ngometari kayak gini dibanding buatnya hehehehehe maaf.)
    19 November 2011 at 20:12 ·  ·  1
  • Tina Yanesh ha ha bagus ko komennya... cuma kata "penumpang tang pertama itu diartikan orang, untuk ke kata P" ke 2 dan ke 3 itu kapal penumpang,/kata sambungan dari kapal.*lain maknanya dunk ^ ^
    ke 4 ya penumpang ^ ^, he he iya nih bnyak PR
    19 November 2011 at 20:28 · 
  • Minie Kholik kalau menurut saya (maaf ikut nimbrung) terlalu boros kata, terlalu banyak penggunaan metafora, yang justru terkesan kasar. padahal cerita ini serius. misalnya ini kalimat keterangan, "Ayu menghenyakan pantatnya disamping Tito."

    ...dan ada beberapa kalimat lainnya. seperti pendapat Mas Nayo di atas. dilihat dari segi ide cerita ini simple tapi cukp menarik. hanya deskripsi yang terburu-buru meurut saya.
    19 November 2011 at 20:31 · 
  • Tina Yanesh MINIE MAKASIH MASUKANNYA...
    yang kasar diksinya, itu ya, boleh diperhalus ? misalnya,? *tolong masukannya ^ ^
    19 November 2011 at 20:34 · 
  • Minie Kholik 
    iya Mba sebenarnya bagus memasukan metafora cuma lihat juga kesesuaian kata dan alur ceritanya.

    Misalnya tadi mba nulis gini ---------->“Dek, kenapa belum tidur?” Ayu menghenyakan pantatnya disamping Tito.

    trus bandingkan dengan ini
    ...See more
    19 November 2011 at 20:47 · 
  • Tina Yanesh makasih minie... ^ ^
    dalam menulis cerita saya kira terlalu banyak hiasan, sinonim dan dsb, menghenyakan pantat= duduk , saya kira bukan diksi yang kasar ataupun hiperbol, makasih masukannya...
    19 November 2011 at 20:53 · 
  • Tina Yanesh Hiasan= khiasan
    19 November 2011 at 20:53 · 
  • Minie Kholik hehe iya mungkin soal selera aja Mba. tapi menurut saya terlalu banyak kiasan kadang justru melelahkan pembaca.
    19 November 2011 at 20:56 · 
  • Tina Yanesh yang melelahkan pembaca biasanya cerita yang panjang dan bertele tele untuk mencapai ending... ^ ^
    19 November 2011 at 20:57 · 
  • Minie Kholik yup, betul hehe. Biasanya pemilihan kata juga bagian dari gambaran karakter tokoh dan ceritanya loh.
    19 November 2011 at 21:05 · 
  • Tina Yanesh ok makasih minie.... ^ ^ ,
    19 November 2011 at 21:07 · 
  • Kwek Li Na aku menikmati dan belajar dr koment.
    19 November 2011 at 21:11 via Mobile · 
  • Tina Yanesh maklum ya saya masih bnyak belajar, belajar nulis nampaknya gak cuma nulis dan trik bikin tulisan ya, sepertinya harus bnyak juga baca karya orang lain banyak masukan terutama metapora dan pengembangan prosanya....makasih ^ ^
    19 November 2011 at 21:11 · 
  • Tina Yanesh makasih Jie Lin ^ ^.. selamat menyimak dan masukannya ^ ^
    19 November 2011 at 21:12 · 
  • Ashif Aminulloh 
    cerita mb tina menyentuh dan mudah dipahami. dg gaya tutur yg simpel namun berbobot mb tina bisa bikin pembaca terjebak dlm alur cerita. beberapa catatan saya:

    -dlm cerita kita punya yg namanya logika cerita. saat menulis kita harus membuat logika kita satu frekuensi dg logika pembaca, jadi pembaca tidak bingung. misal tentang runtutan kejadian, atau tentang penggambaran tokoh. atau ttg informasi yg diberikan. d cerpen ini ada logika yg hilang. mb tina tidak memberikan penjelasan kenapa si ayu tahu kalau anak kecil itu adalah cucu kakek? mb tina langsung menulis "Ayu menegaskan kalimatnya, menyuruh kakek dan cucunya tersebut meniggalkan tempatnya." sementara sejak awal mb tina menggunakan sudut pandang dan tokoh ayu sbg suumber informasi. juga saat bilang kalau kakek itu berumur sekitar 65 tahun dan anak kecil seumuran kelas 4 sd. darimana Ayu bisa tahu itu semua? kalau menggunakan prediksi, maka seharusnya ayu berpikir dg bahasa yg lebih umum, bukan dipertegas dg umur 65 atau kelas 4 sd, krn itu membuat pembaca merasa logika-nya dilangkahi.

    -penokohan ayu yg adalah tenaga pendidik kelas menengah kebawah kalau menurut saya perlu dipertegas, bisa dengan lebih jauh menceritakan siapa sebenarnya ayu, atau pekerjaannya, tentang kenapa ia naik kelas ekonomi. jilbab jenis apa yg dipakai, tas model apa yg dibawa. byk atribut yg bisa dieksplor n dpertegas. tentang kakek yg lemah dan pesakitan sudah bagus dan jelas. mb tina juga bisa memilih diksi yg bgs u menggambarkannya. sementara anak kecil harus juga dipertegas perilakunya, munculkan wajah sendunya, atau baju kumalnya, atau kepatuhannya pada si kakek.

    -tentang diksi. betul apa yg sudah didiskusikan d atas. pemilihan kta itu tergantung pada situasi apa yg mau kita bangun. kalau mau buat situasi panas, kita menulis: Kartono menyemburkan murka di wajah kartini dengan kata-kata pedas. kalau mau situasi dingin kita menulis: Kartono memarahi Kartini dengan ucapan tidak mengenakkan. dalam cerita yg disusun mb tina di atas, saya melihat kayakny kurang cocok kl menggunakan kata2 menghenyakkan pantat, sebab situasi yg dibangun adalah simpati, sementara kata2 menghenyakkan pantat adalah eksplorasi tubuh secara visual. maka jadi bertolak belakang dg tujuan. kalau bisa diganti dg yg sesuai, cth: Ayu menghilangkan jarak dengan merapat ke tubuh anak itu. atau yg simple: Ayu menjajarkan duduknya dengan anak itu.

    satu lagi ttg motif si ayu, kenapa tiba2 ayu berpikir kasihan pada si kakek, padahal awalnya ia agak sombong. dlm cerita ini, konfliknya adalah antara tokoh utama-ayu dg batinnya sendiri. sementaara kakek dan anak adalah figuran. maka dr itu konflik ayu dg dirinya jg harus tajam. kenapa ia mau kasih kasurnya ke kakek itu? apakah ia teringat sesuatu yg bikin ia sedih. atau mungkin ia punya rasa bersalah dg kakek yg dulu mengasuhnya. ini bisa dieksplor lbh. bukan sekedar lihat kakek batuk lalu jadi kasihan.#ini bisa jg tp harus dipertajam.

    secara keseluruhan cerpen ini bagus n menarik, juga punya pesan moral yg mengena. semgat menulis...^^
    20 November 2011 at 00:03 ·  ·  1
  • Tina Yanesh Terima kasih koreksiannya ^ ^
    20 November 2011 at 00:10 · 
  • Hafnidar Hasbi cerpennya sederhana dan mengena! suka.
    20 November 2011 at 03:45 · 
  • Tina Yanesh Terima kasih mbak Hafnidar, semuanya dalam grup ini belajar, saling kasih masukan tapi bukan berarti terkesan menggurui ..

    terima kasih ^ ^
    20 November 2011 at 12:27 · 


0 comments:

Post a Comment